MAKALAH
Pengembangan Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas Tinggi
Dosen : Lastria, M.Pd
Disusun oleh :
Meyli Kristiani 14.23.015932
Annisa Fitriani 14.23.015936
Tri wahyuni 14.23.015940
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
TAHUN AKADEMIK 2016
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
TAHUN AKADEMIK 2016
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Menulis merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam seluruh proses belajar yang dialami siswa. Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
menyampaikan pesan dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.
Dalam komunikasi tulis setidaknya ada empat unsur yang terlibat yaitu penulis,
pesan atau isi tulisan, media berupa tulisan, dan pembaca. Menulis merupakan suatu proses. Untuk
menghasilkan tulisan yang baik umumnya orang melakukannya berkali-kali. Sangat
sedikit orang yang menghasilkan tulisan yang benar-benar memuaskan dengan hanya
sekali tulis. Tujuan menulis
adalah untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, pengetahuan, dan pengalaman
secara tertulis. Menulis memiliki berbagai macam bentuk. Salah satunya adalah
menulis karya sastra.
Sastra merupakan salah satu hasil seni.
Sebagai hasil seni, seni sastra merupakan hasil cipta manusia yang
mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, tanggapan, dan perasaan
penciptanya tentang kehidupan dengan bahasa imajinatif dan emosional.
Tokoh-tokoh, kejadian, peristiwa, suasana, bahkan ruang tempat dan waktu
kejadian adalah ‘dunia’ ciptaan pengarang. Dunia ciptaan itu mungkin bukan
fakta. Dunia ciptaan itu merupakan ‘tiruan’ dunia fakta, tetapi bukan tiruan yang
sama seperti duplikat atau potret. Tiruan itu lebih merupakan tanggapan
penciptanya atas dunia fakta.
Karya sastra sebagai hasil kreativitas,
kepekaan pikiran, dan perasaan pengarang dalam menanggapi peristiwa di
sekitarnya, menuntut penciptanya untuk memiliki daya kreativitas yang tinggi.
Dalam penciptaan karya sastra menyajikan nilai-nilai keindahan dan paparan
peristiwa yang memberikan kepuasan batin pembaca, mengandung pandangan atau
komtemplasi batin, baik yang berhubungan dengan masalah agama, filsafat,
politik, dan budaya, maupun berbagai problem yang berhubungan dengan
kompleksitas kehidupan yang tergambar lewat media bahasa media tulisan, dan
struktur wacana.
2. Rumusan masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas
maka dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan menulis?
2. Apa yang dimaksud dengan sastra?
3. Bagaimana penggunaan menulis dalam
karya sastra?
4. Bagaimana cara meningkatkan menulis dengan
landasan sastra di sekolah dasar kelas tinggi?
3. Tujuan penulisan makalah
Tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Tugas dalam perkuliahan bahasa
indonesia kelas tinggi,
2. Untuk mengetahui Unsur-unsur penting
dalam penulisan sastra, dan
3. Mempelajari proses menulis dalam karya
sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Menulis
Menulis
adalah suatu keterampilan yang dimiliki dengan cara belajar, baik melalui
lembaga formal ataupun melalui lingkungan informal seperti keluarga atau
les-les tertentu. Pada hakikatnya menulis bukanlah keterampilan yang diwariskan
dari leluhur. Terbukti bahwa tidak semua orang memiliki keterampilan menulis.
Ini dapat dibuktikan tidak setiap hasil tulisan dapat dipandang sebagai hasil
kegiatan seseorang dalam menulis. “Artinya, meskipun seseorang sudah menghasilkan
tulisan namun itu masih belum, dipandang sebagai hasil kegiatan menulis.”
(Cahyani, 2007:126).
Menurut
aksioma yang dikemukakan oleh Alexander (dalam Cahyani, 2007) dalam buku “Practice
and Progress.” Mengungkapkan perihal menulis sebagai berikut:
“ Nothing should be spoken
before it has been heard.
Nothing should be read before it has
been spoken.
Nothing should be written
before it has been read.”
Jadi, empat
keterampilan yang dapat dimiliki oleh seseorang, yakni: berbicara, menyimak,
membaca dan menulis. Satu diantaranya adalah menulis. Keempat keterampilan itu
saling berhubungan, tidak akan ada yang dapat dibicarakan sebelum itu didengar
(disimak), tidak akan ada yang dapat dibaca sebelum itu dibicarakan, tidak aka
nada yang dapat ditulis sebelum itu dibaca.Meskipun keterampilan itu
saling berhubungan namun masing-masing keterampilan itu memiliki wilayah
(taksonomi) yang berbeda. Menulis adalah salah satu dari keempat
keterampilan yang dapat dimiliki oleh seseorang. Dalam hal ini Tarigan (dalam
Cahyani, 2007:126) menjelaskan, yaitu:
Menulis memiliki kesamaan media
bahasa dengan membaca, yakni sama-sama menggunakan bahasa tulis (grafem), namun
berbeda dari menyimak dan berbicara, yakni menggunakan bahasa lisan (fonem).
Menulis memiliki kesamaan dengan berbicara, yakni sama-sama memproduksi pesan,
namun berbeda dari membaca dan menyimak. Pesan dihasilkan dalam menulis,
sementara pesan diterima dalam membaca dan menyimak.
Dalam
konteks ini dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan
yang dimiliki oleh seorang individu untuk mengkomunikasikan pesan, gagasan,
perasaan dan berbagai ungkapan hati lainnya yang diperoleh melalui proses
belajar. Selain berfungsi sebagai alat komunikasi, menulis juga memiliki
fungsi-fungsi lain seperti yang diungkapkan Tarigan (dalam Djuanda, 2007:180)
sebagai berikut:
1.
Fungsi penataan
Ketika
mengarang terjadi penataan terhadap gagasan, pikiran pendapat, imajinasi, dan
yang lainnya, serta terhadap penggunaan bahasa untuk mewujudkannya. Oleh karena
itu pikiran dan lainnya mempunyai wujud yang tersusun.
2.
Fungsi pengawetan
Mengarang
memiliki fungsi untuk mengawetkan pengutaraan sesuatu dalam wujud dokumen
tertulis. Dokumen sangat berharga, misalnya untuk mengungkapkan kehidupan pada
zaman dahulu.
3.
Fungsi penciptaan
Dengan
mengarang kita menciptakan sesuatu yang mewujudkan sesuatu yang baru. Karangan
sastra mewujudkan sesuatu yang baru. Karangan sastra menunjukan fungsi
demikian. Begitu pula karangan filsafat dan keilmuan ada yang menunjukan fungsi
penciptaan.
4.
Fungsi penciptaan
Penyampaian itu terjadi bukan saja
kepada orang yang berdekatan tempatnya melainkan juga kepada orang yang
berjauhan.
Selain itu,
banyak juga keuntungan yang dapat diperoleh dari menulis, seperti yang
diungkapkan oleh Akhdiah, dkk (dalam Djuanda, 2007:182) yang
mengungkapkan delapan kegunaan menulis sebagai berikut:
1.
Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya,
dengan menulis penulis dapat mengetahui sampai dimana pengetahuannya tentang
suatu topik. Untuk mengembangkan topik itu penulis harus berpikir menggali
pengetahuan dan pengalamannya.
2.
Penulis dapat terlatih dalam mengembangkan berbagai
gagasan. Dengan menulis penulis terpaksa bernalar, menghubungkan, serta
membanding-bandingkan fakta untuk mengembangkan berbagai gagasannya.
3.
Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari serta
menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis
dapat memperluas wawasan penulisan secara teoritis mengenai fakta-fakta yang
berhubungan.
4.
Penulis dapat terlatih dalam mengorganisasikan gagasan
secara sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian,
penulis dapat menjelaskan permasalahannya yang semula masih samar.
5.
Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya
sendiri secara objektif.
6.
Dengan menulis sesuatu diatas kertas, penulis akan
lebih mudah memecahkan permasalahannya, yaitu dengan menganalisasinya secara
tersurat dalam konteks yang lebih konkret.
7.
Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar
secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar
menjadi penyadap informasi dari orang lain.
8.
Dengan kegiatan menulis yang terencanakan membiasakan
penulis berfikir serta berbahasa secara tertib dan benar.
Jika ditarik
benang merah, maka keterampilan menulis itu merupakan keterampilan yang sangat
berguna sekali dalam mengkomukasikan gagasan, begitu pula dengan penyampaian
informasi-informasi penting layaknya ilmu pengetahuan seperti yang dituturkan
oleh (Djuanda, 2007:183) bahwa “Menulis sangat berguna sekali dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan, sebab dengan menulis gagasan, pikiran, dan perasaan
terpaparkan dan terorganisasi serta terencanakan dengan tertib dan teratur”.
B. Macam-Macam
Karya Sastra
Dalam
khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok karya sastra
menurut temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga
berlaku bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra prosa lama dan
karya sastra prosa baru.
1. Prosa
Lama
Prosa lama
adalah karya sastra daerah yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau
kebudayaan barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan Indonesia maka objek
pembicaraan sastra lama ialah sastra prosa daerah Melayu yang mendapat pengaruh
barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang sangat erat dengan sastra
Indonesia. Karya sastra prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan
secara lisan. Disebabkan karena belum dikenalnya bentuk tulisan. Dikenal bentuk
tulisan setelah agama dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat
Melayu mengenal tulisan. Sejak itulah sastra tulisan mulai dikenal dan sejak
itu pulalah babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah sastra Indonesia
mulai ada. Bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:
a.
Mite adalah dongeng yang banyak mengandung
unsur-unsur ajaib dan ditokohi oleh dewa, roh halus, atau peri. Contoh Nyi Roro
Kidul.
b.
Legenda adalah dongeng yang dihubungkan dengan
terjadinya suatu tempat. Contoh: Sangkuriang, SI Malin Kundang.
c.
Fabel adalah dongeng yang pelaku utamanya adalah
binatang. Contoh: Kancil.
d.
Hikayat adalah suatu bentuk prosa lama yang ceritanya
berisi kehidupan raja-raja dan sekitarnya serta kehidupan para dewa. Contoh:
Hikayat Hang Tuah.
e.
Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal.
Contoh: Cerita Pak Belalang.
f.
Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya
terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu
Malam.
2. Prosa
Baru
Prosa baru
adalah karangan prosa yang timbul setelah mendapat pengaruh sastra atau budaya
Barat. Prosa baru timbul sejak pengaruh Pers masuk ke Indonesia yakni sekitar
permulaan abad ke-20. Contoh: Nyai Dasima karangan G.
Fransis, Siti Mariahkarangan H. Moekti.
Berdasarkan
isi atau sifatnya prosa baru dapat digolongkan menjadi:
a.
Roman adalah cerita yang mengisahkan
pelaku utama dari kecil sampai mati, mengungkapkan adat/aspek kehidupan
suatu masyarakat secara mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang, banyak
digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari pengembangan atas seluruh segi
kehidupan pelaku dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan Takdir
Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang
Tak Kunjung Padam.
b.
Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi
pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri (otobiografi) atau bisa juga
pengalaman hiduporang sejak kecil hingga dewasa atau bahkan sampai
meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak Desa atau Prof.
Dr. B.I Habibie atau Ki hajar Dewantara.
c. Otobiografi adalah
karya yang berisi daftar riwayat diri sendiri.
d.
Antologi adalah buku yang berisi kumpulan
karya terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru Langit Biru karya
Ayip Rosyidi
e. Kisah adalah
riwayat perjalanan seseorang yang berarti cerita rentetan kejadian kemudian
mendapat perluasan makna sehingga dapat juga berarti cerita. Contoh: Melawat
ke Jabar – Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
f.
Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi
sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku, tokoh dalam cerita tersebut.
Contoh: Tamasya dengan Perahu Bugis karangan Usman. Corat-coret
di Bawah Tanah karangan Idrus.
g. Novel adalah
suatu karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang
luar biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh:Roromendut karangan
YB. Mangunwijaya.
h. Kritik adalah
karya yang menguraikan pertimbangan baik-buruk suatu hasil karya dengan
memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk dengan kriteria tertentu yang
sifatnya objektif dan menghakimi.
i. Resensi adalah
pembicaraan/pertimbangan/ulasan suatu karya (buku, film, drama, dll.).
Isinya bersifat memaparkan agar pembaca mengetahui karya tersebut dari berbagai
aspek seperti tema, alur, perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan
penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya tersebut dibaca atau
dinikmati.
j. Esei adalah
ulasan/kupasan suatu masalah secara sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi
penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup, tanggapan, renungan, ataupun
komentar tentang budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan drama,
film, dll. menurut selera pribadi penulis sehingga bersifat sangat
subjektif atau sangat pribadi.
3. Puisi
Puisi adalah
bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta
ditandai oleh bahasa yang padat. Unsur-unsur intrinsik puisi adalah:
a. Tema adalah
tentang apa puisi itu berbicara
b. Amanat
adalah apa yang dinasihatkan kepada pembaca
c. Rima adalah
persamaan-persamaan bunyi
d. Ritma adalah
perhentian-perhentian/tekanan-tekanan yang teratur
e. Metrum/irama
adalah turun naik lagu secara beraturan yang dibentuk oleh persamaan jumlah
kata/suku tiap baris
f. Majas/gaya
bahasa adalah permainan bahasa untuk efek estetis maupun maksimalisasi ekspresi
g. Kesan adalah
perasaan yang diungkapkan lewat puisi (sedih, haru, mencekam, berapi-api, dll.)
h. Diksi adalah
pilihan kata/ungkapan
i. Tipografi
adalah perwajahan/bentuk puisi
Menurut zamannya, puisi dibedakan
atas puisi lama dan puisi baru.
a)
Puisi lama
Ciri puisi lama:
1) Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
2) Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
3) Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata
maupun rima.
Yang termasuk puisi lama adalah:
2) Pantun
adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris
terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun
anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
3) Karmina adalah
pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
4) Seloka
adalah pantun berkait.
5) Gurindam
adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat.
6) Syair
adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak
a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
7) Talibun
adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
b) Puisi baru
Puisi baru
bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku
kata, maupun rima. Menurut isinya, puisi dibedakan atas
1) Balada
adalah puisi berisi kisah/cerita.
2) Himne
adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan.
3) Ode
adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa
4) Epigram
adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
5) Romance
adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih
6) Elegi
adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
7) Satire
adalah puisi yang berisi sindiran.
C. Menulis
dengan Landasan Sastra
Pada mulanya
kita sebagai individu yang pernah mengenyam pendidikan dasar di sekolah dasar
mayoritas belum menyadari benar kenapa sewaktu di sekolah dasar guru selalu
memberikan teori sastra seperti puisi, dongeng, cerpen dan lain sebagainya.
Apalagi jika kita bayangkan apa yang kita pikirkan saat usia kita masih sedini
itu, tentu sebagian besar beranggapan bahwa semua itu tidak begitu berarti dan
tidak memiliki makna bagi kehidupan yang sesungguhnya di luar sekolah.
Saat guru
meminta kita untuk menjelaskan arti dari sebuah puisi, kita pun masih belum
menyadari apa maksud dari guru kenapa dia harus meminta kita untuk melakukan
hal tersebut. Anak SD memang masih jarang yang berpikiran jauh tentang hal itu,
tapi terkadang dapat kita temui walaupun jarang ada anak yang selalu ingin tahu
semua hal yang ada pada dirinya maupun yang ada di luar dirinya terutama di
lingkungan sekolahnya. Selagi kecil mungkin kita akan mendapatkan jawabannya,
tapi mungkin jawaban itu masih belum cukup apabila kita sudah semakin dewasa
dan mulai memahami dan semakin ingin mengetahui berbagai hal.
Kini saat
kita sudah beranjak dewasa, kita akan semakin menyadari bahwasannya saat kita
mengkaji lebih dalam lagi kita akan menemukan jawabannya dan benar-benar
menyadari bahwa mempelajari sastra apalagi memparafrasekannya memiliki faedah
yang sangat banyak bagi perkembangan keterampilan berbahasa kita. (Djuanda,
2007:192) mengungkapkan bahwa “Beberapa penelitian yang berkaitan
dengan sastra anak-anak telah dilakukan oleh beberapa ahli. Hasilnya sastra
anak-anak dapat mengembangkan kemampuan menulis, berbicara, membaca dan
menulis, bahkan berfikir logis”. Kemudian mari kita simak hasil penelitian
Culinan (dalam Djuanda, 2007) hasil penelitiannya itu menunjukan bahwa menyimak
dan membaca cerita yang bagus dapat dapat membantu meningkatkan perkembangan
kosakata, mempertajam kepekaan terhadap bahasa, dan memperluas pemakaian bahasa
dalam gaya penulisannya.
Begitu pula
halnya dengan dengan hasil penelitian longitudinal yang dilakukan Mills dikelas
selama empat tahun, penelitian itu memperlihatkan hasil bahwa anak-anak yang
membaca atau menyimak dan kemudian mendiskusikannya sebagai landasan menulis,
hasilnya sangat tinggi dibandingkan kelompok kontrol, terutama dalam menulis
bebas. Anak-anak belajar bagaimana menulis dari hasil menyimak cerita dan
berdiskusi. Dan anak-anak juga meniru cerita yang disimak dan didiskusikannya
sebagai model menulis serta meniru isi saat mereka menulis. Huck (dalam
Djuanda, 2007:192)
Berdasarkan
asumsi-asumsi atau hasil-hasil penelitian para ahli diatas, jelaslah bahwa
menulis dengan menggunakan landasan sastra akan memicu perkembangan bahasa
anak, selain itu sastra juga bisa dimanfaatkan sebagai pembelajaran menulis
khususnya.
Dalam
bukunya “Pembelajaran Bahasa di Sekolah Dasar”, (Djuanda, 2007:193) menguraikan
beberapa teknik pembelajaran menulis yang dapat memanfaatkan sastra sebagai
landasan untuk menulis. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Meneruskan
Cerita.
2. Paraphrase.
3. Membuat
Naskah Drama dari Cerpen.
4. Membuat
Cerita Pendek dari Cerita Pendek.
5. Mengganti
Puisi.
6. Membuat Puisi
dari Cerita.
7. Meneruskan
Puisi.
8. Mengawali
Puisi.
9. Menulis Surat
dari Cerita.
10. Menulis Cerita Komik dari Simakan
Cerita.
Pertama
meneruskan cerita. Teknik meneruskan cerita dilaksanakan dalam menulis
fiksi. Tugas guru adalah menyediakan teks sastra anak yang tidak selesai untuk
dibaca siswa. Siswa harus meneruskan cerita tersebut dengan tema dan alur yang
sesuai seperti yang terjadi pada cerita yang telah dibacanya. Atau variasi lain
dari kegiatan ini bisa Awali Cerita, yang dikosongkan (dibuat siswa) cerita
bagian awal, atau bagian tengah. Contoh sebagai berikut.
Odo Si Anak Buruh Tani
Di sebuah
desa terpencil, hiduplah seorang anak kecil baik hati yang bernama Dodo, namun
teman-temannya sering memanggilnya dengan sebutan “Odo”. Dia adalah seorang
anak buruh tani, kedua orangtuanya sangat miskin sementara itu ia memiliki
sodara-sodara yang banyak. Saking miskinnya, kedua orangtua Odo tidak mampu
menyekolahkan anak-anaknya termasuk “Odo”. Padahal Odo adalah anak yang rajin,
pintar, baik hati dan juga selalu berusaha keras untuk membantu kedua
orangtuanya. Sejak kecil dia selalu membantu pekerjaan kedua orangtuanya di
sawah. Setiap pagi, ketika ia akan berangkat kesawah dengan orangtuanya dia
selalu berpapasan dengan teman-teman seusianya yang akan pergi ke sekolah. Dia
selalu terlihat sedih tetapi kesedihannya itu tidak pernah ia tunjukan di depan
kedua orangtuannya.
Suatu hari,
ketika ia sedang bermain dengan teman-temannya ada seorang anak laki-laki yang
sombong, ia adalah anak kepala desa yang kaya raya. Dia berjalan menuju
kerumunan dimana Odo sedang bermain dengang teman-temannya. Tiba-tiba, “Hey
anak miskin yang tidak sekolah! Jangan main disini, ini tempat main anak-anak
sekolahan. Bukan tempat main orang sepertimu!” ucap anak sombong itu. Kemudian
Odo berdiri dan menunjukan wajah sedihnya didepan teman-teman yang lainnya.
Kemudian ia ….
(lanjutkan!)
Kedua, Paraphrase. Yakni
mengubah bentuk puisi kedalam bentuk prosa. Guru mencari beberapa puisi yang
cocok untuk anak, lalu guru menbacakan puisi tersebut atau murid memilih
sendiri puisi yang disenanginya kemudian dibaca untuk dipahami isinya. Setelah
mengadakan Tanya jawab tentang pemahaman isi puisi, siswa diberi tugas untuk
menceritakan kembali puisi yang telah dibacanya dalam bentuk prosa.
Ketiga, Membuat
Naskah Drama dari Cerpen. Kegiatan ini diawali dengan membaca
cerita. Siswa harus membaca cerita pendek atau novel anak-anak baik secara
individual maupun kelompok. Setelah dipahami isinya siswa harus menyusun cerita
tersebut dalam bentuk dialog untuk dapat dipentaskan. Akan lebih mudah untuk
dikerjakan siswa, bila cerita lebih banyak dialognya.
Keempat, Membuat
Cerita Pendek dari Cerita Pendek. Kegiatan ini diawali siswa
membaca cerita pendek untuk memahami isinya. Siswa mendaftarkan bagian-bagian
cerita yang terdiri atas bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir. Begitu
juga peristiwa yang ada pada cerita dianalisis. Peristiwa apa saja? Bagian mana
yang merupakan peristiwa-peristiwa cerita yang diurutkan berdasarkan cerita.
Siswa juga menganalisis tokohnya, alurnya, temanya, latar tempat dan waktu.
Setelah semua dipahami, siswa harus menyusun cerita yang tema dan penokohanny,
latar dan alurnya mirip dengan cerita yang sudah dibacanya, tapi harus
menggunakan kata-kata sendiri. Variasi lain dari kegiatan ini bisa dilakukan
setelah siswa memahami cerita dan peristiwa, serta unsure-unsur cerita yang
dibacanya, siswa menulis cerita lagi tetapi diganti salah satu unsur ceritanya.
Misalnya ganti setting, ganti tokoh dari akuan menjadi diaan.
Kelima
mengganti puisi. Siswa menulis puisi dari puisi. Kegiatan menulis ini
terutama untuk awal mencoba menulis puisi. Siswa membaca puisi anak-anak.
Setelah itu siswa harus mengganti puisi tersebut atau mengganti
bagian-bagiannya dengan kata-kata sendiri menurut imajinasinya. Setiap siswa
wajib mengubah puisi tersebut meskipun puisi sudah dianggap bai. Kegiatan
terakhir, siswa membacakan hasil perubahannya di depan kelas.
Keenam Membuat
Puisi dari Cerita. Siswa membuat puisi dengan cepat berdasarkan
cerita yang dibacanya. Secara berkelompok siswa membaca cerita yang diberikan
guru. Siswa secara berkelompok memahami cerita yang dibacanya. Setelah dipahami
siswa harus membuat puisi atas dasar cerita yang mereka baca. Kemudian hasilnya
dibacakan didepan kelas.
Ketujuh Meneruskan
Puisi. Kegiatan ini mirip dengan kegiatan meneruskan cerita. Siswa
secara berkelompok membaca puisi yang belum selesai. Berdasarkan pemahaman
mereka pada puisi yang telah dibacanya, mereka harus meneruskan puisi yang
belum selesai tersebut manjadi puisi yang lengkap. Bagian akhirnya yang harus
diteruskan oleh siswa.
Kedelapan Mengawali
Puisi. Siswa dapat membuat bait pertama puisi yang belum ada
awalnya yang benar dan runtut sesuai dengan puisi bagian akhir yang dibagikan
guru. Puisi diberika oleh guru, yaitu fotokopian puisi yang belum ada bagian
awalnya. Usahakan judulnya bervariasi. Secara kelompok berpasangan, siswa
mengisi puisi bagian awal yang kosong berdasarkan imajinasi mereka. Puisi harus
runtut dengan puisi yang sudah ada, baik tema, maupun isinya.
Kesembilan Menulis
Surat dari Cerita. Kegiatan ini diawali dengan kegiatan siswa membaca cerita
atau novel anak-anak. Misalnya cerita Bawang Merah-Bawang Putih. Siswa secara
berkelompok harus memahami cerita dan karakter tokoh yang ada dalam cerita.
Setelah selesai membaca dan memahami isi cerita secara individual siswa harus
membuat surat yang ditunjukan kepada tokoh yang disenanginya atau tokoh yang
dibencinya. Surat dibacakan di depan kelas sebagai langkah publikasi.
Terakhir Menulis
Cerita Komik dari Simakan Cerita. Kegiatan ini diawali dari siswa menyimak
cerita yang dibacakan guru. Siswa harus memperhatikan betul-betul apa yang
diceritakan guru terkait dengan alur, tokoh, maupun percakapan yang dibacakan
guru. Setelah itu, siswa dibagi lembaran tugas berupa cerita bergambar yang
harus diisi bagian dialog dalam gambar tersebut.
D. Upaya
Meningkatkan Menulis dengan Landasan Sastra Di SD Kelas Tinggi
Di kelas tinggi, pembelajaran menulis
sastra dapat berupa kegiatan mendaftar nama-nama tokoh serta
sifat-sifatnya, mendaftar latar dan peristiwa, memberikan komentar mengenai
tokoh dan perilakunya, menuliskan pokok pikiran, meringkas dengan kalimat
sederhana. Selain itu, dengan membaca sastra anak mampu menulis puisi
berdasarkan karya sastra yang telah dibacanya. Bahkan untuk kelas 4, siswa
sudah dituntut dapat merumuskan tema dan menyusun kerangka cerita. Sedangkan
untuk kelas 5 dan 6, siswa sudah dituntut dapat membuat dongeng dan cerita
pendek, mengubah bentuk prosa ke dalam puisi, menulis puisi dengan landasan
sastra.
Adapun upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan
pembelajaran menulis dengan landasan sastra di SD, di antaranya:
1. Memberikan nilai
kesenangan bagi anak dari sastra yang didengarnya, sehingga dapat meningkatkan
kemampuan menulis anak.
2. Meningkatkan
pemahaman anak tentang sastra.
3. Pembelajaran menulis di kelas
tinggi juga sangat tepat bila diintegrasikan dengan diskusi yang akan melatih
dalam mengembangkan pikiran dan mengungkapkan pikirannya dalam bentuk lisan
atau tulisan.
4. Guru harus mampu
menyampaikan materi pembelajaran sastra dengan cara yang menarik sehingga anak
tidak cepat merasa bosan. Tidak hanya menarik tetapi pembelajaran yang
diberikan pun harus bermakna, sehingga ilmu yang disampaikan oleh guru dapat
bermanfaat bagi siswa. Salah satu caranya yaitu bisa memanfaatkan permainan
dalam kegiatan pembelajaran.
5. Guru hendaknya memiliki kemampuan
bersastra baik secara reseptif maupun produktif sastra, mengetahui dan memahami
bentuk dan teori sastra, mengetahui dan menguasai strategi pengajaran sastra,
serta menguasai cara-cara mengevaluasi hasil belajar siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas disimpulkan bahwa menulis sastra mencangkup Tiga unsur penting: 1). kreativitas, 2). bekal
kemampuan menulis, dan 3). bekal
kemampuan sastra (Roekhan, 1991:1). Kreativitas bisa mengacu pada pengertian
hasil yang baru, berbeda dengan yang pernah ada. Kreativitas terdiri atas
beberapa tahap, antara lain: 1) pemunculan ide, 2) pengembangan ide, dan 3)
penyempurnaan ide.
Penulis karya sastra harus mempunyai
bekal kemampuan bahasa yang memadai. Untuk mengembangkan kemampuan bahasa dapat
dilakukan dengan cara; 1) mengembangkan kosakata, 2) mengembangkan penguasaan
kaidah bahasa, dan 3) mengembangkan pengetahuan makna. Kemampuan seorang penulis tentang
seluk beluk karya sastra akan mempermudah penulisan karya sastra, baik puisi,
prosa (cerpen, novel, roman), maupun drama. Untuk meningkatkan kemampuan sastra
seseorang dapat dilakukan dengan cara: 1)
meningkatkan kemampuan apresiasi terhadap suatu karya sastra, 2) mengikuti kegiatan bersastra, 3) melakukan kritik karya sastra, 4) meningkatkan pengetahuan sastra,
dan 5) menulis sastra.
3.2. Saran
Saran penulis diakhir makalah ini yaitu
setiap orang seharusnya banyak mempelajari tentang sastra sebagai landasan
menulis. Pengetahuan seseorang
tentang karya sastra dapat meningkatkan kemampuan apresiasi dan kritik terhadap
suatu karya sastra. Pengetahuan ini dapat diperoleh dengan dua cara yaitu
mempelajari buku-buku teori sastra, dan banyak membaca karya sastra serta
banyak membaca tulisan-tulisan kritik sastra.Menulis jika sering dilakukan,
dapat memperlancar seseorang dalam mengungkapkan idenya. Semakin sering ia
menulis, maka seorang penulis akan merasakan bahwa ide yang ditulisnya seolah
mengalir dan tertata dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani. 2007. Kemampuan
Berbahasa Indonesia Di Sekolah Dasar. Bandung. UPI Press.
Djuanda, Dadan. 2007. Pembelajaran
Bahasa Di Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka Latifah.
Rofi’uddin, Ahmad dan Darmiyati
Zuhdi. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Di
Kelas Tinggi. Jakarta: Depdiknas.
Sulaeman. 2009. Dinamika Perkembangan Suatu
Bahasa. [online]. Tersedia:http://jenahudin.wordpress.com/2009/12/21/dinamika-perkembangan-suatu-bahasa/ [7 September 2011]
Supriyadi. 2006. Pembelajaran
Sastra yang Apresiatif dan Integratif Di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Tarigan, Henry
Guntur. 1981. Menulis; Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung Angkasa.
1 komentar:
bagus, menambah pengetahuan :D
Posting Komentar